“Menulis adalah Berpikir” — Sebuah Thread Twitter yang Dijelaskan
(Versi Parafrase untuk Bahasa Indonesia yang Lebih Santai)
1/ “Menulis adalah berpikir” — ini prinsip favoritku tentang cara kerja efektif di perusahaan. Meski sering ditentang, terutama oleh startup yang mengutamakan “agilitas”, menulis tetap kunci utama.
Mengapa? Menulis itu sulit. Lebih lama daripada sekadar bicara atau bikin slide. Tapi hasilnya lebih bernas. Contoh: kutipan Jeff Bezos tentang handstand di surat tahunan Amazon. Dia cerita bagaimana latihan handstand butuh komitmen, pelatih, dan standar tinggi. Kalau cuma dirangkum dalam slide, detail pentingnya hilang.
2/ Bahaya Terlalu Banyak Slide
Kalau kisah handstand Bezos cuma jadi slide PowerPoint, mungkin isinya cuma:
- Goal: Handstand sempurna!
- Syukur: Latihan tiap hari + cari pelatih
- Hasil: Butuh 6 bulan, bukan 2 minggu.
Tapi di tulisan lengkap, kita paham mengapa prosesnya panjang: standar tinggi, konsistensi, dan kerja keras. Slide seringkali terlalu ringkas, menghilangkan konteks, dan rentan salah tafsir.
3/ Menulis = Membangun Sejarah Perusahaan
Tanpa dokumentasi tertulis:
- Detail penting lenyap, seperti alasan keputusan strategis.
- Orang bisa menebak-nebak maksud slide, seperti permainan “telepon rusak”.
Contoh: saat ada perubahan struktur tim, slide berisi poin-poin singkat tak cukup. Karyawan baru akan bingung: “Mengapa keputusan ini diambil? Alternatif apa yang pernah dipertimbangkan?”
4/ Menulis Mempercepat Eksekusi
Banyak yang bilang: “Menulis itu lambat, tidak cocok dengan metode agile.”
Faktanya: Agile bukan berarti tanpa rencana. Justru, rencana tertulis membuat tim lebih alignment. Dengan dokumen jelas, mikro-keputusan sehari-hari bisa konsisten dengan tujuan besar.
Bayangkan membangun produk tanpa blueprint. Tim akan seperti orang kehilangan arah: setiap anggota punya interpretasi sendiri.
5/ Menulis itu Inklusif
- Bagi tim remote atau multibahasa: Tulisan lebih mudah dipahami daripada rapat verbal.
- Kurangi dominasi “jago ngomong”: Di rapat, orang yang pandai bicara sering menguasai diskusi. Dengan dokumen tertulis, semua bisa berkontribusi tanpa terintimidasi.
Catatan: Bagi yang bahasa Indonesianya bukan utama, menulis mungkin lebih mudah karena ada waktu untuk menyusun kalimat.
6/ Menulis = Berani Ambil Risiko
Menulis itu risiko. Anda harus berani memaparkan asumsi, analisis, dan kemungkinan salah. Tapi justru di situlah budaya belajar dibangun.
Jangan jadikan tulisan sebagai senjata: Jika gagal, jangan menyalahkan penulisnya. Fokus pada evaluasi ide, bukan orang.
7/ Tips Membangun Budaya Menulis
- Leader harus memberi contoh: Jangan delegasikan tugas menulis ke staf. CEO pun harus bisa menulis strategi sendiri.
- Prioritaskan konten, bukan format: Tulisan tidak harus sempurna. Yang penting ide tersampaikan.
- Latihan terus-menerus: Seperti handstand, menulis butuh konsistensi.
Penutup
Menulis bukan jaminan sukses, tapi tanpa menulis, perusahaan kehilangan alat vital untuk berpikir kolektif. Seperti kata Bezos: “Standar tinggi itu menular.” Mulailah dengan satu paragraf, lalu berkembang.
P.S. Slide PowerPoint tetap berguna, tapi jangan dijadikan pengganti dokumen strategis. Bayangkan jika Proklamasi Kemerdekaan cuma ditulis dalam bullet points!